STIESIP Berpartisipasi Workshop Penguatan Manajemen PTKIS-Kopertais Wilayah II Jawa Barat

Kegiatan Workshop Penguatan Manajemen PTKIS diselenggarakan oleh Koordinator Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (Kopertais) Wilayah II Jawa Barat. Kegiatan tersebut buka langsung oleh Koordinator Kopertais Wilayah II Jawa Barat Bapak. Prof. Dr. H. Muhmud, M.Si. hadir pula pada wakil koordinator dari masing-masing bidang, seperti Sekretaris Koordinator, Wakor Kelembagaan dan Kerjasama, Wakor Akademik, dan Wakor lainnya.

Dalam sambutannya, Koordinator Kopertais menyampaikan “bahwa pengelolaan perguruan tinggi swasta jauh sekali rumitnya dibadingkan degan perguruan tinggi negeri, khususnya masalah keuangan. Bagi pimpinan PTKIS yang belum punya relasi dan  pengalaman pastinya akan mengalami kebingungan yang amat dalam, karena setiap bulannya harus mengeluarkan biaya gaji dosen, tendik dan operasional yang lainnya, sedangkan jumlah mahasiswa masih terbatas”. Jelasnya.

“Pengelolaan perguruan tinggi swasta harus mempunyai distingsi yang unik, seperti mahasiswa tingkat awal diwajibkan untuk puasa Ayyamul Bidh, Mahasiswa Tinggal Menengah diwajibkan puasa Senin Kamis, dan Mahasiswa tingkat akhir diwajibkan puasa Daud. Saya yakin dengan adanya program tersebut spiritual mahasiswa dan lulusan kita akan sangat luar biasa sekali, program ini juga bisa menjadi rem bagi mahasiswa untuk melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan SOP, karena dia sedang puasa”, Tambahnya.

Peserta Workshop ini terdiri dari 120 PTKIS dari 145 PTKIS yang diundang atau terdaftar di Kopertais Wilayah II Jawa Barat, ada 2 PTKIS baru dari kelembagaan seperti STAI al-Badar Cipulus Purwakarta. Kemudian peserta workshop ini juga ada 15 PTKIS transferan dari dari kopertais wilayah I DKI Jakarta.

Workshop Penguatan Manajemen PTKIS disampaikan oleh Bapak Prof. Dr. H. Dedi Mulyasana, M.Pd. yang di moderator oleh Bapak Drs. H. Moh. Iding, M.Pd selaku bidang ahli Kerjasama dan Kelembagaan. Penguatan PTKIS ditandai Kampus bermutu, kampus bermutu ditandai dengan tersedia Dewan Mutu, Standar Mutu, Excellence Service, dan Budaya Mutu. Jika PTKIS mampu menjual mutu, kepuasaan, dan kepercayaan mahasiswa atau masyarakat, maka insyaallah harganya mahal, dibanding harga gedung dan sarana belajar. Tetapi jika Perguruan tingginya mentereng, Dosennya bagus, tapi tidak memberikan kepuasan, tidak menjamin kepercayaan, maka murah harganya dan tidak akan dipilih oleh masyarakat. Karena itu, agar kita bisa menjual mutu, kepuasan, dan kepercayaan, kita harus memperbaiki sarana prasarana, kebijakan, kurikulum, kinerja dosen, vimitusastra, dan sebagainya. Tidak bisa hanya dalam proses pembelajaran saja untuk penguatan PTKIS, semuanya harus kuat, sehingga bisa dikatakan kampus bermutu”. Jelas Prof. Dedi.

PTKIS sebagai sistem, harus memuat tujuan, visi dan misi, standar mutu, dan strategi. Tujuan kampus sebagai sebuah system yakni mempersiapkan kampus yang unggul dan kompetitif, program tansisi dari konvensional ke digital, dan disesuaikan dengan tuntutan perubahan dan tantangan masa depan. Sekarang bapak/ibu jika sedang membangun, jangan membangun fasilitas Pendidikan untuk luring, tapi bergeser ke daring. Nanti ke depan akan bergeser dari kompetisi di darat ke dunia maya, nantinya kelas tidak akan relevan lagi, kelas tidak jauh beda nasibnya dengan Mall, yang laku adalah pedagang online. Sekarang membangun perpustakaan berlantai-lantai, padahal mahasiswa itu lebih tertarik dengan e-library, mahasiswa tidak harus ke kampus, tidak harus macet-macetan di jalan, tidak harus cari tempat parkir, tidak harus ketemu petugas perpus yang jutek, tinggal ketik cari teori apa?, copy ke plasdisk dan tidak harus di potokopi. Jadi nanti salah satu yang akan berkurang adalah tenaga perpustakaan. Karena itu proses pembangunan yang tadinya konvensional beralih jadi digital. tambah Prof. Dedi.

Para peserta workshop semakin semangat mendengar penjelasan Prof. Dedi yang begitu lugas dan tuntas dalam menjawab berbagai pertanyaan peserta, terlihat dari beberapa sesi tanya jawab yang disediakan oleh moderator tidak bisa menampung semua pertanyaan, akhirnya Prof. Dedi mempersilahkan diskusi diluar jam workshop. Banyak pimpinan PTKIS yang diskusi terkait keluh kesah pengelolaan kampus swasta, apalagi diketahui Prof. Dedi pernah menjabat sebagai sekprod, kaprodi, dekan, rektor, hingga direktur pascasarjana di perguruan tinggi swasta.

Bapak/Ibu mungkin saja 10-15 tahun yang akan datang ada kampus tanpa Gedung, harusnya digitalisasi itu tahun 2025 baru berkembang, sekarang dipaksa oleh Covid-19 untuk segera melaksanakan digitalisasi, jadi covid itu bukan gara-gara, covid-19 itu hanya pelaksana takdir allah, dimana allah akan mempercepat digitalisasi. Ada beberapa permasalah pada saat masuk ke daring salah satunya standar pendidikan nasional kita masih luring, sistem pendidikan nasional masih untuk luring, sarana prasarana belajar untuk luring, ketika kita dipaksa untuk daring seperti kita disuruh berenang di lautan, tapi harus pakai masker, jas, yang biasa di pakai saat di darat bukan pelampung. Tambah Prof. Dedi sambil menjawab pertanyaan peserta.

Iptek itu berubah setiap detik dan sangat luar biasa sekali, tapi standar nasional Pendidikan apalagi untuk sekolah, seperti PP 19 tahun 2005, di perguruan tinggi ada permendikbud 3 tahun 2020, tapi isinya hampir sama dengan yang lama tahun 2005, sistem ini kalau kita terapkan kepada mahasiswa saat ini seperti pemuda ashabul kahfi, pada saat lulus kaget dengan berbagai perubahan. Kampus harus punya lembaga khusus untuk menganalisis masa depan yang disebut dengan canva strategy, tugasnya membuat peta masa depan ke meja kerja hari ini, untuk menganalisis 5 tahun ke depan keadaan ekonomi, sosial ekonomi, politik dan sebagainya. Hasil analisis tersebut ke meja kerja hari ini, jadilah program kerja, nah materinya diajarkan kepada mahasiswa. Selanjutnya visi kampus sebagai sebuah sistem adalah Kampus bermutu, dipercaya dan dibutuhkan. Bermutu tidak dipercaya repot, dipercaya belum tentu dipilih kalau tidak dibutuhkan. Untuk bisa dipilih itu membutuhkan proses yang cukup lama, seperti halnya calon legislative melalui berbagai tahapan mulai dikenal, disenangi, dipercaya, dibutuhkan, dan barulah dipilih. Begitu pun dengan kampus, tahapan ingin dikenal bisa melalui promosi via media social kekinian, tahapan disenangi dengan memberikan layanan yang memuaskan terhadap mahasiswa/ masyarakat, tahapan dipercaya, dibutuhkan, dan dipilih ini bisa mengikuti, jika pelayanan kampus menghasilkan kepuasan bagi mahasiswa dan stakeholder kampus tersebut. Tambah Prof. Dedi.