November 21, 2024
Khobar Dosen

Produksi Dan Distribusi Pangan Halal Sebagai Bentuk Ketahanan Hidup Masyarakat Indonesia | Oleh : Dr. Ahmad Saepudin, M.Ud

Istilah Distribusi pangan menjadi bentuk perbincangan di kalangan masyarakat, akademisi, dan elit politik, bahkan para paslon saat ini dituntut harus mampu memberikan kontribusi solusi sebagai wadah dari visi misi Indonesia kedepannya. Distribusi pangan menjadi kunci ketahanan Republik Indonesia. CNBC Indonesia menyampaikan, bahwa ketahanan pangan tidak bisa dipungkiri sangat bergantung terhadap pasokan atau suplai bahan pangan itu sediri. Sehingga ini menjadi persoalan secara kursial bagi pemerintah untuk menjalankan kelancaran distribusinya.

Disinyalir melihat data dari sepanjang januari hingga November 2022, Indonesia telah mengimpor sekitar 8,43 juta ton gandum dan 2,15 juta ton kedelai. Adapun sebagai bahan pangan tersebut masuk melalui Plabuhan Krakatau International Port (KIP) yang dimiliki PT. Krakatau Bandara Samudara anak usaha dari PT. Krakatau Steel (Persero). Bahkan mereka selanjutnya akan mempermudah melalui teknologi digitalisasi, agar proses bongkar muat pangan lebih cepat dan epesien sehingga dapat memepermudah kelancaran distribusi pangan Internasional. Menurut Akbar sendiri yang sebagai kepala Badan Rantai Pasok Kadin Indonesia menyampaikan “bongkar muat pangan yang dilakukan Plabuhan KIP dari tahun ke tahun terus berjalan”.

Distribusi pangan ini juga sudah terbentuk Lembaga secara mandiri bagi masyarakat. Seperti adanya LDPM (Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat). Ketahanan pangan bagi masyarakat memilki tujuan agar masyarakat terwujud secara simultan ketersediaan pangan yang cukup dan merata di seluruh wilayah, sekaligus kebutuhann bagi rumah tangga dalam mengkonsumsi hidup sehat dan produktif. Disamping itu, pembangunan ketahanan pangan juga mencakup upaya dalam membangun kemandirian dengan mengoptimalkan suber daya domestik agar bangsa Indonesia dalam pemenuhan pangan pokonya tidak tergantung sama pihak lain. Melalui Lembaga ini untuk memudahkan para petani mampu memenuhi kebutuhan hidup yang paling dasar untuk menjalankan sehari-hari agar menjadi lebih produktif.

Berkenaan dengan hal itu, kemandirian masyarakat tidak hanya sebatas kebutuhann secara pemenuhan pokok yang tidak sesuai aturan baik secara pemerataan pemerintah atapun secara labelisasi kehalalan yang sudah disepakata MUI, sesuai yang sudah disampaikan A.Rio Makulau Wahyu, M.E industry halal harus mengacu pada ekonomi yang berkaitan dengan produksi, distribusi dan penyediaan produk serta layanan yang sesuai dengan perinsip-perinsip halal secara Islam ini merupakan bagian dari Etika Bisnis Islam. Menurutnya, Istilah halal dalam Islam merujuk pada segala sesuatu yang diperbolehkan atau diizinkan oleh hukum agama Islam. Sebaliknya, yang haram adalah segala sesuatu yang dilarang atau diharamkan oleh hukum Islam. Produk atau distribusi layanan yang dikategorikan sebagai bentuk yang sudah halal harus memenuhi sejumlah kriteria yang telah diterapkan oleh otoritas agama Islam atau badan-badan sertifikasi halal yang sah (MUI, Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan kosmetik Majlis Ulama Indonesia/LPPOM MUI serta Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal/BPJPH). Upaya distribusi pangan supaya sejalan dengan pemerintah dan kelembagaan keagamaan yaitu:

  1. Kekuatan akademisi pada pemahaman ekonomi Islam maupun kapitalis harus dinalisis secara mendalam karena Indonesia memiliki ruang lingkup keilmuan yang moderat agar menjadi kekuatan penyeimbang dari kemapanan ilmu ekonomi secar Islam,
  2. Mekanisme distribusi dalam Islam menuju ekonomi Islam yang sejahtera, pemerintah harus berperan dalam mekanisme ekonomi yang secara garis besar (a) peran yang berkaitan dengan implementasi nilai dan moral Islam, (b) yang berkaitan dengan Teknis oprasional mekanisme pasar dan (c) peran yang berkaitan dengan kegagalan pasar. Ketiga peran ini harus diperkuat di konsep al-Hisbah (pada masa Rasulullah konsep ini sebagai kontrol pasar pada praktik yang menyimpang) atau penguatan adanya label halal dari MUI,
  3. Mekanisme produksi dalam kegiatan ekonomi Islam yang digali Al-Quran dan As-Sunah terdapat beberapa yang harusdijalankan; (a) unity (Keesaan Tuhan/ Tauhid (integritas vertical, interaksi system sosial yang bermuara pada Keesaan Tuhan, (b) equilibirium (keseimbangan keadilan), kentungan hak yang didapat jangan sampai terdapat kerugian dan hanya kebutuhan satu kepentingan (c) Free will (bebas berkehendaki ikhtiar), (d) responsibility (pertanggungjawaban) dan € Kebenaran kebijakan dan kejujuran,
  4. Penguatan terhadap penyuluhan kajian ekonomi Islam dan Label Halal terhadap UMKM secara berkala,
  5. Keterbukaan para pengusaha UMKM sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah pada pemerintah supaya mendapatkan label Halal secara cepat dan teratur,
  6. Penguatan digitalisasi sebagai bagain dari mempercepat dari kebutuhan masyarakat,
  7. Memperdayakan kaum Muda yang memiliki ahli di bidang ekonomi terutama pada ekonomi Islam.

Upaya ini setidaknya memberikan kontribusi pihak yang memiliki kekuatan pada pengembangan ekonomi Islam untuk mengimplementasikan konsep Produksi dan Distribusi di Indonesia terhadap pengembangan kebijakan ekonomi syari’ah terutama pada Kegiatan di sektor Pangan. Agar Indonesia tercipta sesuai kebutuhan jasmani dan kebutuhan secara rohani dalam kehidupan sehari-hari.